Poin Penting, “Pidato Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR 2023”
Jakarta – www.bainonline.com
Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) nampak mengenakan pakaian adat dari Tanimbar, Maluku dalam menghadiri Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR – DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Sidang itu merupakan agenda rutin yang berlangsung setiap tahun, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan RI. Dalam pidato yang disampaikan Jokowi itu, terdapat sejumlah poin penting.
Antara lain, terkait RAPBN 2024 berisi perincian kebijakan fiskal atau keuangan negara, baik mencakup aspek penerimaan, belanja, pembiayaan, hingga utang negara.
Posisi RAPBN 2024 menjadi menarik karena bukan hanya sebagai kebijakan ekonomi terakhir dari Jokowi, tetapi juga kebijakan transisi yang akan dilanjutkan oleh Presiden berikutnya. Lalu, RAPBN 2024 juga menjadi kebijakan fiskal pertama setelah Indonesia lepas dari status pandemi Covid-19.
Dalam pidatonya, Jokowi menyebut bahwa pengolahan Nikel dan Hilirisasi berpotensi meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia. Proyeksinya, dalam 10 tahun ke depan pendapatan per kapita akan mencapai Rp153 juta (US$10.900), 15 tahun lagi menjadi Rp217 juta (US$15.800), dan 22 tahun lagi menjadi Rp331 juta (US$25.000).
“Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya, dalam 10 tahun lompatanya bisa 2 kali lipat lebih. Di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita,” utur Jokowi.
Serlain itu, Jokowi juga menyampaikan bahwa dalam Membuka Lapangan Kerja seluas-luasnya untuk mendongkrak produktivitas nasional, Indonesia harus mengembangkan sektor ekonomi baru, tujuannya untuk meningkatkan nilai tambah sebesar-besarnya.
“Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window opportunity kita untuk meraih kemajuan, karena Indonesia sangat kaya Sumber Daya Alam (SDA) termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan,” ungkap Jokowi.
Dia menyebut, bahwa tidak cukup bagi Indonesia jika hanya kaya akan SDA, karena dapat membuat kita menjadi bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah. Oleh karena itu, Jokowi ingin negara mampu mengolah sumber dayanya.
Jokowi juga menyebut, bahwa Kepercayaan Publik Merupakan Faktor Penentu bagi seorang pemimpin untuk bisa mengambil keputusan yang sulit dan keputusan tidak populer. Hal itu disampaikan Jokowi karena tantangan Indonesia ke depannya tidak mudah.
“Menurut saya, pemimpin itu harus punya public trust karena kepercayaan adalah salah 1 faktor penentu. Bisa berjalan atau tidaknya suatu kebijakan, bisa diikuti atau tidaknya sebuah keputusan. Ini adalah modal politik dalam memimpin sebuah bangsa. Selain itu seorang pemimpin juga membutuhkan dukungan dan kerjasama dari seluruh komponen bangsa,” Ucap Jokowi.
Jokowi juga mengungkapkan, bahwa bangsa ini perlu memanfaatkan potensi dari puncak Bonus Demografi pada 2030, agar bisa meraih Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci.
“(Pada 2045) 68 persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita,” jelas Jokowi.
Salah satu capaian yang sejalan dengan target Indonesia Emas 2045, menurut Jokowi, adalah penurunan angka Stunting menjadi 21,6 persen pada 2022, naiknya Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 pada 2022, juga naiknya Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 pada 2022.
Saat membuka pidatonya, Jokowi juga menyinggung soal sejumlah politisi yang menyebut Sosok Pak Lurah. Konteksnya, politisi dan partai politik mengaku belum memiliki kandidat capres dan cawapres, karena belum mendapatkan arahan dari Pak Lurah.
Jokowi lantas mengakui bahwa Sosok Pak Lurah itu merujuk pada Dirinya. Namun, Jokowi juga menegaskan bahwa Pak Lurah atau dirinya bukan penentu capres dan cawapres.
“Yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi partai politik. Jadi, saya ingin menyatakan, itu bukan wewenang saya, itu bukan wewenang Pak Lurah,” ungkap Jokowi.
“Saya Bukan Lurah, Saya Presiden Republik Indonesia” Tegas Jokowi.
Disisi lain, politikus PDIP Ungkap Makna dari ‘Pak Lurah’ Sebutan Jokowi
Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan panggilan ‘Pak Lurah’ merupakan panggilan yang menunjukkan kecintaan kepada Jokowi.
Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan panggilan ‘Pak Lurah’ kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan istilah yang dipakai di kalangan para elite.
“Sebenarnya memang di antara elite, kita berkembang ‘Pak Lurah’, ‘Pak Lurah’ itu menunjukkan kecintaan. Karena presiden kita itu punya publik trust yang tinggi, luar biasa, sehingga di antara elite kalau nyebut ‘Pak Lurah’, begitu,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/23).
Said merespons pernyataan Jokowi yang tidak suka dipanggil dengan sebutan ‘Pak Lurah’. Menurutnya, Jokowi memiliki sikap jelas bahwa dirinya tidak ingin ikut campur dalam urusan Pilpres 2024.
“Kalau klarifikasinya dahsyat, itu menunjukkan kalau Bapak Presiden tetap berdiri kokoh sebagai presiden, dia tidak ikut-ikut langgam partai politik karena sadar betul,” ujarnya.
Presiden Jokowi sebelumnya menyinggung sosok ‘Pak Lurah’ terkait dinamika calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2024.
Disampaikan, Jokowi mengaku awalnya tak tahu siapa sosok ‘Pak Lurah’ yang disampaikan para politikus tersebut. Belakangan ia mengetahui bahwa sosok Pak Lurah tersebut ternyata dirinya.
Jokowi lantas menegaskan ia tak punya peran apa pun dalam pilpres. Dia tak mau ikut campur karena proses pemilu adalah urusan partai politik. Jokowi pun mengulang pernyataan beberapa waktu lalu dan menegaskan lagi bahwa dirinya bukan lah ketua umum partai politik.
Mang Coment, “Selain poin penting yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR – DPD Tahun 2023. Terkesan ada ‘Curhat’ atas ‘kritik pedas’ yang datang dari beberapa pihak ditujukan kepada dirinya selaku Presiden Republik Indonesia,”
“Presiden Jokowi baru tahu dan sadar bahwa istilah ‘pak Lurah’ selama ini adalah dirinya…?,”
(Jon/red.bkn/D)