Hutan Sebagi Sumber Kehidupan dan Kekayaan Negara
(Sudarjono, pemperhati lingkungan)
Bandung – www.bakinonline.com
Hutan berfungsi untuk kelangsungan lingkungan, berperan sebagai paru-paru dunia yang penghasil oksigen, penyerap karbon dioksida,selain itu juga penjaga keseimbangan iklim dan siklus air sebagai pencegah banjir dan longsor, penyimpan air tanah.
Sudarjono (Darjono) pecinta alam Pimapala Indonesia, hutan juga berfungsi sebagai tempat kehidupan habitat keaneka ragaman hayati, serta sumber daya genetik, pangan, obat-obatan, dan ekonomi, serta memiliki nilai estetika, spiritual, dan budaya, merupakan fondasi yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan.
Apa bila fondasi itu diusik dan rusak. Maka, wilayah di sekitarnya akan ikut merasakan akibatnya dalam bentuk banjir bandang dan longsor besar yang bisa terjadi secara tiba-tiba.
“Akar pohon dihutan dan perbukitan akan mengunci tanah membuat pertahanan dan fondasi untuk menampung air hujan dan memperlambat laju aliran air, sehingga dapat mencegah terjadinya banjir bandang,” ungkap Darjono
Selain itu, fungsi hutan sebagai penyedia pangan, obat tradisional, dan mata pencaharian berkelanjutan bagi jutaan manusia. Berperan sebagai penstabil ekonomi daerah dan social.budaya.
Sumber air irigasi yang bersumber dari pegunungan akan tetap mengalir dengan setabil. sehingga para petani tidak kesulitan mendapatkan air untuk bercocok taman atau berkebun.
“Selain fungsi ekologis dan pangan, hutan juga menyimpan cadangan mineral yang harus dikelola dengsn baik sebagai sumber kekayaan Negara untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” tuturnya.
Terjadinya deforestasi mengurangi kemampuan alam mengikat karbon, sehingga dapat mempercepat pemanasan bumi yang dapat mengganggu pola curah hujan, yang berakibat bencana datang silih berganti.
Pemanfaatan hutan harus diimbangi dengan kegiatan reboisasi, hal ini memerlukan waktu yang panjang untuk mengembalikan hutan.
Hutan alami memerlukan waktu dan tumbuh melalui proses panjang yang menghasilkan ekosistem yang rumit dan saling terhubung.
Mengalih fungsikan hutan dengan perkebunan sawit dan tanaman monokultur hanya menciptakan ilusi solusi, tanpa ketahanan ekologis yang dibutuhkan. Hal ini memengaruhi tata kelola hutan yang tidak seimbang dari fungsi hutan yang sebelumnya.
Di daerah rawan banjir, hutan merupakan tembok bendungan atau waduk.alami yang tak nampak. Ketika hutan di gunduli, dialih fungsikan, tembok itu akan rusak (kehilangan kekuatannya). Ketika hujan lebat dan curah hujan tinggi, maka tembok tak tahan lagi menahan debit air. Akibatnya tembok jebol dan terjadilah banjir bandang dasyat disertai batuan dan tanah, serta kayu gelondongan dan ribuan limbah batang kayu bekas pemalakan hutan secara ugal-ugalan yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian besar.
Belum lama ini diketahui, telah terjadi banjir bandang di Sumatra Barat, Aceh dan Sumatra Utara yang mengakibatkan kerusakan sejumlah infrastruktur dan hilangnya sejumlah rumah karena terseret banjir, dan seribu lebih orang tewas dan hilang.
Banjir bandang tersebut merupakan ‘bom waktu’ yang telah terjadi karena ulah manusia yang melakukan pemalakan hutan dan kegiatan alih fungsi hutan selama ini, tanpa memperhitungkan dampak kerugian jangka panjang.
Banjir bandang yang terjadi di Sumatra meninggalkan sejumlah luka yang dalam bagi masyarakat terdampak. Terkait hal itu pemerintah bersama masyarakat telah berupaya melakukan berbagai cara dan memberikan bantuan untuk mengembalikan situasi agar masyarakat kembali hidup normal.
Pasca terjadi banjir bandang di Sumatra, Pemerintah telah mencabut 22 izin pemanfaatan hutan kepada perusahaan-perusahaan nakal.
Darjono berharap, “Pemerintah untuk lebiha berani menindak dan mencabut izin pemanfaatan hutan tanpa pandang bulu, termasuk kepada pungusaha besar yang bertahun-tahun telah merusak dan mengeruk kekayaan hutan, untuk diberi sanksi yang berat.” tandasnya.
(Jons/red.bkn/d)


