Akhirnya, MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden 20%
Nasional – www.bakinonline.com
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan capres maupun cawapres. MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon capres dan cawapres.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo terkait perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). MK pun mengabulkan seluruhnya permohonan tersebut
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden presidential threshold.
Dalam hal itu, MK juga menyatakan Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan konstitusi.
“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” ucap Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2024).
Yusril juga menegaskan, semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun. Kata Yusril, pemerintah pun menyadari permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir dikabulkan.
Pemerintah, melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu dibanding putusan-putusan sebelumnya.
“Namun, apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis,” ucap Yusril.
“MK berwenang menguji norma Undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” sambungnya.
Yusril juga mengatakan, setelah ada tiga putusan MK nomor 87, 121 dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden, pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres tahun 2029.
“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” kata Yusril.
“Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya,” tambahnya.
Diketahui sebelumnya, MK mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna.
MK menilai Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal itu dinilai melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat serta melanggar moralitas.
Dengan putusan tersebut, setiap partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu mendatang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ambang batas lagi.
Guna mencegah menjamurnya pasangan calon, MK merekomendasikan lima poin yang termuat dalam rekayasa konstitusional atau constitutional engineering.
(nur/jurn.bkn/b)
Mang Komment, “Putusan MK menghapus persentase pengusulan pasangan Capres dan Cawapres 20%, akan memberikan kesempatan partai-partai politik untuk mengusung orang-orang terbaik maju sebagai Capres dan Cawapres untuk dipilih oleh rakyat secara ‘luber dan jurdil’ tanpa dipengaruhi oleh iming-iming amplop dan sembako,” kata mang Komment.
“Capres dan Cawapres tahun 2029 dan seterusnya, minimal lulus dari tiga kriteria yaitu ‘etikabilitas, intelektualitas, dan elektabilitas’ sehingga akan mendapatkan pemimpin Negara Republik Indonesia yang berkwalitas dan mumpuni,” pungkasnya.