Menhan Prabowo Buka Suara Soal Revisi UU TNI
Nasional – www.bakinonline.com
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto (Prabowo) buka suara soal usulan revisi Undang-undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Prabowo menyatakan ingin mencegah kebocoran dan korupsi.
“Ada undang-undang yang sudah berjalan lama dan saya kira sudah berjalan dengan baik, kita mencegah kebocoran, kita mencegah korupsi, ini sangat tegas Presiden menghendaki pengawasan yang sangat baik dan sangat kuat,” ungkap Prabowo di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023).
“Jadi saya kira ini sudah berjalan dengan baik ya,” katanya.
Markas Besar TNI tengah menggodok Revisi UU TNI. Salah satu perubahan yang diusulkan lewat revisi tersebut yakni prajurit aktif dapat lebih banyak menduduki jabatan di kementerian atau lembaga.
Dalam Pasal 47 Ayat 2 UU TNI disebutkan, bahwa prajurit aktif TNI bisa menduduki jabatan di sepuluh kementerian dan lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
Sementara dalam usulan revisi, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian/lembaga. Tambahan delapan kementerian/lembaga itu adalah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.
Kemudian, dalam usulan revisi, prajurit TNI juga dapat menduduki jabatan di kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono mengatakan revisi UU TNI masih dibahas secara internal. Ia menyebut belum ada persetujuan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas revisi UU TNI itu.
“Baru bahasan internal, belum keputusan Panglima. Belum approve Panglima,” jelas Julius.
Juga Julius mengatakan, usulan revisi berlandaskan pada kenyataan bahwa saat ini banyak prajurit aktif yang memiliki wawasan tentang kepentingan nasional serta keahlian yang dibutuhkan oleh kementerian/lembaga.
Terlebih, kata Julius, berbagai pembinaan fisik yang dilakukan prajurit sejak muda membuat tenaganya masih bisa dimanfaatkan di kementerian/lembaga.
Ia mengatakan, selain itu spektrum ancaman negara tidak lagi sekadar militer, tetapi juga banyak yang nirmiliter. Julius mencontohkan banyak prajurit TNI yang diterjunkan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Julius menilai, prajurit TNI sejak awal dilatih untuk cepat tanggap dan memiliki kedisiplinan organisasi yang tinggi.
“Hal ini tidak dinilai sebagai dwifungsi seperti jaman Orba (Orde Baru) dulu, tetapi hubungan sipil-militer yang lebih maju,” terang dia.
Sementara disisi lain, pengamat militer dan pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, revisi pada Pasal 47 Ayat 2 UU TNI itu bertentangan dengan amanat reformasi.
Fahmi juga menilai, klausul baru yang membolehkan prajurit TNI aktif di kementerian/lembaga lain yang membutuhkan sesuai kebijakan presiden merupakan aturan yang ‘karet’.
“Itu adalah klausul ‘karet’. Sesuatu yang memang sangat dihindari dan bertolak belakang dengan semangat UU 34/2004. Saya yakin akan muncul polemik,” kata Fahmi.
Menurut Fahmi, klausul itu membuka peluang masuknya prajurit aktif ke kementerian/lembaga yang urusannya tidak berkaitan atau beririsan langsung dengan tugas dan fungsi TNI.
Ia pun menyebut, hal itu sama saja dengan membuka jalan kembalinya militer ke kancah politik, sehingga bertentangan dengan amanat reformasi.
“Meski pemerintah maupun Mabes TNI selalu berupaya meyakinkan bahwa penempatan prajurit itu didasarkan pada kebutuhan dan tak akan mengembalikan dwifungsi, siapa bisa menggaransinya di masa depan?” ungkapnya.
Untuk itu, menurutnya, perluasan penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian/lembaga dinilai tidak tepat.
(yas/resp.bkn/b)