Kapolri Rombak Besar-besaran di Tubuh Korps Bhayangkara
Nasional – bakinonline.com
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan perombakan besar-besaran di tubuh korps Bhayangkara. Total ada 473 anggota Polri setingkat perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) yang dimutasi.
Diketahui, mutasi ratusan anggota Polri itu tertuang dalam empat Surat Telegram Kapolri, yakni nomor ST/712/III/KEP./2023, ST/713/III/KEP./2023, ST/714/III/KEP./2023, dan ST/715/III/KEP./2023.
Dalam mutasi itu, ada tujuh pati yang dipromosikan menjadi kapolda baru. Mereka adalah Irjen Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya, Irjen Agus Nugroho sebagai Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen Akhmad Wiyagus sebagai Kapolda Jabar, Irjen Helmy Santika sebagai Kapolda Lampung, Irjen Angesta Romano Yoyol sebagai Kapolda Gorontalo, Brigjen Pipit Rismanto sebagai Kapolda Kalimantan Barat, dan Irjen Setyo Boedi Moempoeni Harso sebagai Kapolda Sulawesi Selatan.
Selain itu, ada tujuh Kapolda, juga ada penunjukan tiga pati Polri untuk menduduki jabatan di Mabes Polri. Yakni Irjen Fadil Imran sebagai Kabaharkam, Komjen Purwadi Ariyanto sebagai Kalemdiklat, dan Kombes Nanang Chadarusman sebagai Kasetum.
Dari Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto (Bambang) berpandangan mutasi ini belum dapat dikatakan sebagai sebuah langkah dari Polri untuk melakukan pembenahan terhadap institusinya.
“Mutasi biasa, karena banyak pati yang masuk usia pensiun. Selebihnya hanya pada konsolidasi internal terutama barisan Kapolri saja. Belum tampak sebagai sebuah langkah strategis untuk membangun organisasi kepolisian yang profesional dan layak terpercaya masyarakat,” ungkap Bambang, Rabu (29/3/23).
Bambang juga menyoroti sejumlah nama yang tertuang dalam Surat Telegram Kapolri itu. Misalnya Irjen Fadil Imran yang ditunjuk sebagai Kabaharkam Polri.
Penunjukan itu sudah bisa diprediksi. Sebab, meskipun ada sejumlah kontroversi yang menerpa Fadil, ia tetap bisa mempertahankan kondusifitas keamanan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.
Berbeda dengan promosi Irjen Pipit Rismanto sebagai Kapolda Kalimantan Barat. Bambang menilai hal ini justru mengonfirmasi problem reformasi kultural di Polri.
Pasalnya, mutasi terhadap Pipit dilakukan sebelum peran dan tanggung jawabnya sebagai Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri tuntas, mulai dari kasus tambang ilegal hingga isu mafia tambang yang belum selesai.
“Akibatnya, seringkali pejabat berikutnya yang harus mengerjakan PR-nya. Tidak menjadi masalah bila mutasi tersebut karena demosi, yang memang mengharuskan pejabatnya diganti. Tetapi ini promosi, yang idealnya diberikan sebagai reward dari kinerja yang baik termasuk menuntaskan sebuah perkara,” ungkap Bambang.
Selain itu, Bambang turut menyoroti soal penunjukan Irjen Karyoto menjadi Kapolda Metro Jaya. Kata dia, penunjukan ini tak bisa dipisahkan dari faktor politik.
Disampaikan Bambang, jabatan orang nomor satu di Polda Metro Jaya selaku pemangku tanggung jawab dan kewenangan terkait keamanan DKI Jakarta adalah posisi yang vital dan strategis. Apalagi menjelang Pemilu 2024 nanti.
Bambang pun menerangkan secara kultur organisasi Polri, Kapolda Metro selalu diisi oleh mantan Kapolda di wilayah lain.
Bahkan, lanjut dia, ada prasyarat Kapolda Metro Jaya yang merupakan Polda tipe A+ harus diisi oleh sosok yang pernah menjabat Kapolda minimal satu kali.
“Sementara jabatan Kapolda Metro Jaya ini adalah jabatan pertama Irjen Karyoto sebagai Kapolda. Tentunya pengangkatan tersebut dilakukan karena urgensi yang lebih besar daripada rekam jejaknya dalam memimpin sebuah satuan wilayah setingkat Polda yang memiliki problem yang sangat kompleks,” ucap Bambang.
Bambang juga menyebut, mutasi besar-besaran ini tak bisa dilepaskan dari pelaksanaan Pemilu 2024 yang semakin dekat.
“Asumsinya akan mengarah ke sana, karena pelaksanaan Pemilu tinggal 11 bulan lagi. Akan sangat rawan bila dalam waktu kurang 6 bulan ada pergantian-pergantian lagi,” ujarnya.
Selain itu. Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti (Poengky) menyampaikan mutasi besar-besaran ini telah disesuaikan dengan keahlian dan pengalaman anggota selama bertugas.
“Sebagaimana kebutuhan organisasi Polri, perlu ada penyegaran, tour of duty, dan tour of area, ada yang pensiun dan ada yang menggantikan,” ungkapnya.
Dalam hal ini, Poengky mencontohkan Fadil yang didapuk menjadi Kabaharkam. Kata dia, pengalaman Fadil yang pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur dan Kapolda Metro Jaya bisa menjadi modal untuk bertugas di jabatan barunya.
(iwn.p/red.bkn/d)