Apabila polisi melaksanakan penangkapan, apa saja hak dari terduga dan apa saja kewajiban-kewajiban yang harus ditunjukkan/dilaksanakan oleh polisi?
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Dari definisi penangkapan di atas, diketahui bahwa tindakan penangkapan dilakukan oleh penyidik (dalam hal ini anggota Polri) pada proses penyidikan. Selain itu, penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan.
Soal penangkapan, M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158) mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP:
-
seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;
-
dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Syarat Penangkapan:
- Penangkapan wajib didasarkan pada bukti permulaan yang cukup
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 memutus bahwa frasa “bukti permulaan yang cukup” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP (hal. 109). - Melakukan penangkapan tidak sewenang-wenang
Perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.[3] Menjawab pertanyaan Anda, kewajiban Polri dalam melakukan penangkapan adalah untuk tidak berlaku sewenang-wenang terhadap “terduga”/tersangka tindak pidana.M. Yahya Harahap dalam buku yang sama menyatakan bahwa penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP (hal. 157).Selain itu, penting diingat bahwa alasan untuk kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan untuk maksud selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan (hal. 159). - Masih berkaitan dengan fungsi penangkapan, menurut M. Yahya Harahap, wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang tersebut, penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang asal masih berpijak pada landasan hukum (hal. 157).
Salah satu wewenang ini adalah melakukan penangkapan. Akan tetapi harus diingat bahwa semua tindakan penyidik mengenai penangkapan itu adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi demi untuk kepentingan pemeriksaan dan benar-benar sangat diperlukan sekali. - Tidak menggunakan kekerasan
Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan.[4] Hal ini juga berkaitan dengan salah satu hak tahanan, yaitu bebas dari tekanan, seperti diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.
Apabila polisi melaksanakan penangkapan, apa saja hak dari terduga dan apa saja kewajiban-kewajiban yang harus ditunjukkan/dilaksanakan oleh polisi?
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Dari definisi penangkapan di atas, diketahui bahwa tindakan penangkapan dilakukan oleh penyidik (dalam hal ini anggota Polri) pada proses penyidikan. Selain itu, penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan.
Soal penangkapan, M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158) mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP:
-
seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;
-
dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Syarat Penangkapan:
- Penangkapan wajib didasarkan pada bukti permulaan yang cukup
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 memutus bahwa frasa “bukti permulaan yang cukup” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP (hal. 109). - Melakukan penangkapan tidak sewenang-wenang
Perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.[3] Menjawab pertanyaan Anda, kewajiban Polri dalam melakukan penangkapan adalah untuk tidak berlaku sewenang-wenang terhadap “terduga”/tersangka tindak pidana.M. Yahya Harahap dalam buku yang sama menyatakan bahwa penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP (hal. 157).Selain itu, penting diingat bahwa alasan untuk kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan untuk maksud selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan (hal. 159). - Masih berkaitan dengan fungsi penangkapan, menurut M. Yahya Harahap, wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang tersebut, penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang asal masih berpijak pada landasan hukum (hal. 157).
Salah satu wewenang ini adalah melakukan penangkapan. Akan tetapi harus diingat bahwa semua tindakan penyidik mengenai penangkapan itu adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi demi untuk kepentingan pemeriksaan dan benar-benar sangat diperlukan sekali. - Tidak menggunakan kekerasan
Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan.[4] Hal ini juga berkaitan dengan salah satu hak tahanan, yaitu bebas dari tekanan, seperti diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.