Dede Farhan Aulawi Jelaskan Pandangannya Terkait ‘Manuver Perang’
Bandung – bakinonline.com
Seaman apapun suatu kondisi, peluang kemungkinan terjadinya perang itu akan selalu ada sehingga pada dasarnya kita harus selalu siap jika peperangan terjadi. Industri – industri persenjataan mungkin akan gulung tikar jika tidak ada konsumen yang membutuhkan dan membeli produknya. Konsumen membeli berbagai produk persenjataan karena peluang terjadinya perang selalu ada, meskipun dengan alasannya masing – masing.
“ Perang sebenarnya merupakan suatu fenomena yang kompleks, dan ada banyak variabel yang mempengaruhi sebuah keputusan untuk menyatakan PERANG, termasuk variabel yang berpengaruh terhadap kemenangan ataupun kekalahan dalam perang. Termasuk melakukan ‘manuver perang’ sebagaimana disampaikan oleh Prof. James J. Schneider dengan Teori Militer-nya dan juga Prof. Robert R. Leonhard dalam buku The Principles of War for The Information Age “, ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Bandung, Selasa (7/2/23).
Menurutnya, untuk lebih memahami hal – hal yang terkait dengan manuver perang ini bisa belajar dari teori Sun-Tzu dalam bukunya The Art of War yang mengatakan bahwa manuver merupakan tindakan pengerahan pasukan dan memahami tentang musuh untuk mendapatkan keuntungan. Dimana jenis pengerahan pasukan ini dibedakan menjadi 4 berdasarkan jenis area-nya, yaitu :
- Pengerahan pasukan di pegunungan. Cari medan/wilayah yang layak untuk diperjuangkan dan dipertahankan, kemudian kuasai ketinggian. Jika musuh menguasai ketinggian jangan diserang.
- Pengerahan pasukan di sungai. Jaga jarak dengan musuh dan jangan menyerang mereka ketika berada dalam air. Keuntungan akan datang saat setengah dari pasukan musuh telah menyeberang sungai
- Pengerahan pasukan di rawa dan lahan basah. Konsentrasikan pasukan untuk keluar dari wilayah tersebut. Jika harus menyerang musuh harus berada di daerah rawa yang banyak rumputnya
- Pengerahan pasukan pada tanah yang datar. Posisikan pasukan membelakangi daerah yang permukaannya lebih tinggi.
Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa jika melihat konteks berperang saat periode Sun-tzu, keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing kerajaan membuat para ahli strategi berusaha membuat setiap konfrontasi menjadi lebih ekonomis. Manuver cerdik suatu negara akan menghemat biaya, akan tetapi tetap dapat menang. Sun-tzu berkata, ”Meraih seratus kemenangan dalam seratus pertempuran bukanlah kesempurnaan tertinggi. Kesempurnaan tertinggi adalah menaklukkan pasukan musuh tanpa bertempur sama sekali ”.
Sementara itu menurutnya ada 4 prinsip utama dalam manuver perang, yaitu pertama, susunlah rencana bercabang. Perencanaan dibuat dengan beberapa alternative pilihan rencana, berakar dari analisa situasi yang rinci sehingga memungkinkan bagi pemimpin untuk memutuskan pilihan rencana yang akan digunakan, tergantung dari situasi peperangan. Rencana yang bercabang akan selalu menempatkan pasukan dalam posisi unggul, karena respon terhadap perubahan situasi lebih cepat dan lebih rasional.
Kedua, beri diri sendiri ruang bermanuver. Tidak membebani diri dengan komitmen-komitmen yang membatasi pilihan diri sendiri. Kita membutuhkan ruang terbuka yang menguntungkan, bukan posisi buntu untuk menyelesaikan masalah.
Ketiga, memberi musuh dilemma, bukan masalah. Memberikan lawan sebuah masalah hanya akan membuat lawan mudah untuk mengatasinya. Namun jika lawan diberikan dilemma, hal tersebut akan menyulitkan lawan sehingga meresponnya dengan pilihan-pilihan strategi yang buruk. Berusaha menempatkan lawan dalam posisi yang tampaknya menguntungkan, namun sebenarnya itu adalah perangkap.
Keempat, ciptakan ketidakteraturan maksimal. Musuh tentu juga akan berusaha membaca niat kita dalam peperangan. Namun jika kita menciptakan ketidakteraturan pada pilihan manuver yang diambil tapi tetap mempunyai maksud yang jelas, maka hal terebut akan menciptakan ketidakteraturan pula pada sistem berpikir musuh.
Sementara itu, Martin van Creveld mengatakan bahwa manuver adalah sebuah gaya berperang, sebuah usaha untuk meminimalisir pertempuran sesungguhnya. Menempatkan musuh dalam posisi yang tidak menguntungkan sebelum pertempuran dimulai, dan ketika pertempuran berakhir baru dimulai pencarian keuntungan semaksimal mungkin dengan mengejar musuh, membuat musuh tetap kehilangan keseimbangan, dan menyerang bagian vital-nya.
Kemudian Dede juga menambahkan bahwa dalam operasi militer masa kini, manuver tidak hanya dapat diterapkan pada unit sebesar korps, namun manuver dapat diterapkan pada unit yang kecil. Dalam
operasi kecil unit, manuver dapat membuat unit kecil lebih mudah untuk mengeksploitasi medan, menjaga, menutup, dan perebutan posisi, sambil menunggu saat yang tepat untuk menyerang tiba. Dalam hal ini, unit tersebut berfungsi seperti pemburu. Bahkan, unit pemburu adalah sumber dari banyak taktik yang dipraktekkan dalam perang manuver. Dalam prakteknya, taktik menuver sering digunakan untuk menjepit musuh dari depan dan menyerang samping serta belakang posisi musuh. Sedangkan manuver unit yang lebih besar tentu lebih sulit dikarenakan banyaknya logistik yang dibutuhkan.
Ada juga pendapat dari Robert Greene yang mengatakan bahwa Perang Manuver merupakan salah satu gaya perang, dimana penekanan bukan pada menghancurkan musuh saat peperangan, melainkan melemahkan dan menjadikan kondisi musuh tidak seimbang sebelum pertempuran dimulai. Musuh ditempatkan pada posisi yang buruk, seperti bertempur saat harus mendaki bukit, menghadap matahari yang terik, melawan angin yang kencang, atau berada di ruang yang sesak.
Dalam prakteknya, untuk melakukan manuver harus memperhatikan beberapa elemen, yang pertama adalah tempo. Berbeda dengan kecepatan, tempo tidak hanya mengandalkan aksi. Tempo adalah lingkaran proses observasi – orientasi – keputusan – aksi, yang dikenal dengan lingkaran OODA (observation-orientation-decesion-action). Inti dari lingkaran itu adalah membuat suatu pihak dapat berpindah dari satu aksi ke aksi berikutnya lebih cepat daripada lawannya, sehingga lawan pun kehilangan keseimbangan.
Kedua adalah Schwerpunkt, dari bahasa Jerman yang berarti titik berat. Dalam hal manuver berarti menyerang center of gravity atau titik vital musuh pada lokasi dan waktu yang tepat dengan kekuatan penuh. Namun jika mengasumsikan bahwa musuh juga memiliki kecerdasan yang tinggi, maka manuver perlu tambahan elemen, yaitu kejutan yang merupakan elemen ketiga dalam praktek manuver. Kejutan bisa dilakukan dengan membuat penipuan terhadap musuh, membuat musuh bingung, tidak seimbang, dan mendapatkan ketidakpastian dalam setiap rencananya. Ketika musuh telah dikondisikan sedemikian rupa, maka itulah saatnya menyerang.
Keempat adalah kekuatan kombinasi. Kekuatan masing-masing kesatuan dalam pasukan jika digabungkan dan dikerahkan, akan menutupi kelemahan dan melengkapi kekuatan pasukan satu sama lain. Dalam mongkombinasikan kekuatan, keberagaman sangat penting, proporsional sesuai misi yang diemban.
Kelima adalah fleksibilitas. Untuk menjadi fleksibel, organisasi militer harus dibangun dengan baik, mandiri, dan tidak terlalu khusus. Hal tersebut untuk mencegah standarisasi kemampuan yang berlebihan pada pasukan.
Keenam adalah desentralisasi komando. Adanya distribusi tanggung jawab antara berbagai tingkat komando akan membuat pasukan lebih fleksibel. Tingkat yang lebih rendah harus diberikan hak dan sarana untuk melaksanakan inisiatif mereka sendiri, menyesuaikan diri dengan situasi, dan mendapatkan saat yang tepat untuk menyerang. Dalam manuver perang, unit dan komandan yang hanya mengikuti perintah atau menunggu perintah menjadi tidak berguna.
“ Itulah sekilas gambaran dan pengetahuan dasar mengenai manuver perang. Meskipun penjelasannya sangat singkat, tetapi mudah – mudahan bisa membuka cakrawala literasi berfikir dan bertindak. Semoga bermanfaat “, pungkas Dede.
(defa/red.bkn/d)