Cawe-cawe Jokowi di Pilpres 2024, Bisa Menimbulkan Adanya ‘Abuse of Power’
Nasional – www.bakinonline.com
Analis Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin memberikan tanggapannya terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai cawe-cawe politik jelang Pilpres 2024.
Ujang menilai, jika terkait dukungan pribadi sebagai warga negara, maka sah-sah saja Presiden Jokowi mendukung Capres atau Cawapres tertentu. Hal itu merupakan hak Presiden Jokowi selaku warga negara.
“Ada dua hal yang harus kita tanyakan ke Pak Jokowi, kalau terkait misalkan dukungan pribadi sebagai warga negara itu boleh, silahkan saja,” Katanya.
“Itu tidak masalah, itu hak Pak Jokowi untuk mendukung Capres dan Cawapres yang didukungnya,” Ujang di tayangan Program ‘Rumah Pemilu’ Kompas TV, Selasa (9/5/2023).
Namun jika Presiden Jokowi terkesan mendukung Capres atau Cawapres tertentu dalam konteks jabatannya sebagai Presiden, maka itu akan menjadi pertanyaan publik.
Sebab Presiden Jokowi terkesan tidak netral jelang Pilpres 2024. Ujang pun khawatir akan adanya ‘abuse of power’ dari ketidak netralan Jokowi itu.
“Tetapi ada faktor kedua, faktor lain, yaitu ini yang selalu menjadi pertanyaan publik. Bahwa ketika tidak netral, dukung mendukung, kalau posisinya sebagai presiden maka takut abuse of power.” Ungkapnya.
“Abuse of power itu apa, misal menggunakan instrumen, struktur atau infrastruktur negara untuk kepentingan dukung mendukungu. Itu yang sebenarnya menjadi persoalan di kemudian hari,” tambahnya.
Ujang juga mendesak, agar Presiden Jokowi bisa netral dan tidak berpihak ke kubu manapun. Mengingat Jokowi sebagai Presiden yang bisa menjadi power untuk mempengaruhi hasil Pemilu 2024 mendatang.
“Makanya Pak JK, kelompok oposisi-oposisi yang lain juga mengatakannya, harus netral tidak boleh berpihak karena posisinya sebagai Presiden.” Ungkapnya.
“Karena bagaimana pun Presiden itu punya power yang kuat, bisa mempengaruhi hasil Pemilu,” tambahnya.
Ujang menyarankan, agar Jokowi bisa belajar dari Presiden sebelumnya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri, yang dinilai netral dalam Pilpres berikutnya.
“Oleh karena itu kita bisa belajar dari Pak SBY, Bu Mega juga posisinya di tengah, tidak cawe-cawe, tidak tidak main ke sana-ke sini,” paparnya.
Diketahui sebelumnya. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman, mengkritik sikap Presiden Joko Widodo yang mengumpulkan para ketua umum partai politik di Istana Negara beberapa hari yang lalu.
“Jika benar Presiden tidak netral dalam Pilpres dan Pileg, apalagi menjadikan Istana Presiden markas tim sukses Capres tertentu maka Presiden Jokowi sebenarnya lagi mengumandangkan perang, perang semesta melawan rakyatnya sendiri,” kata Benny dalam cuitannya Twitternya @BennyHarmanID dikutip, Selasa (9/5/2023).
Benny juga mewanti-wanti, Jokowi agar berhati-hati dalam bersikap.
“Hati-hati Pak Jokowi, di dada bapak melekat lambang negara, lambang Presiden RI, bukan lambang Presiden dari kelompok atau Presiden dari golongan tertentu. #RakyatMonitor#,” ujar Benny.
“Maksudnya Presiden Jokowi akan melawan rakyatnya sendiri, dia itu presiden dari seluruh rakyat Indonesia, dari semua golongan dan kelompok, dari semua suku bangsa, dari semua partai politik, bukan presiden dari parpol tertentu, dari kelompok tertentu dan dari golongan tertentu,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah disebut cawe-cawe urusan politik khususnya Pilpres 2024, karena mengumpulkan 6 Ketua Umum Partai Politik pendukung pemerintah di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa makam, (2/5/2023).
Menurut Presiden, pertemuan dirinya dengan para Ketum Parpol hanya diskusi biasa.
“Cawe-cawe ha-ha,..Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi aja kok (disebut) cawe-cawe,” kata Jokowi di Gedung Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Lagi pula, kata Jokowi, sebagai Presiden selain merupakan pejabat publik dirinya juga merupakan politikus. Sehingga wajar apabila bertemu Ketum Parpol membicarakan masalah politik.
“Saya tadi sampaikan, saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe,” kata Jokowi.
Jokowi juga menegaskan, urusan Capres-Cawapres merupakan urusan partai politik atau gabungan partai politik.
Namun, bukan berarti ia tidak boleh berdiskusi mengenai masalah itu.
“Urusan Capres, Cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai. Sudah bolak-balik saya sampaikan kan? Tapi kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka boleh-boleh saja. Apa konstitusi yang dilanggar dari situ ? Enggak ada. Tolonglah mengerti bahwa kita ini juga politisi, tapi juga pejabat publik,” ucap Jokowi.
Sebelumnya diketahui. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan enam Ketua Umum Partai Politik (Parpol) pendukung pemerintah di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa malam, (2/5/2023).
Mereka yang hadir yakni Plt Ketum PPP Muhamad Mardiono, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Dalam pertemuan itu berlangsung lebih dari dua jam yakni dari pukul 19.00 hingga 21.30 WIB.
(maryo/resp.bkn/b)