Tambang Nikel Raja Ampat Merusak Konservasi dan Ekosistem Lingkungan
Jakarta- www.bakinonline.com
Raja Ampat menyimpan pesona alam yang sangat memukau bagi wisatawan dalam negeri hingga mancanegara, terletak di Provinsi Papua Barat dengan keindahan panorama alamnya yang membuat popularitas di dunia.
Raja Ampat membentang di area seluas 4,6 juta hektar. Kabupaten Raja Ampat terdiri dari 4 pulau besar, yaitu pulau Waigeo, pulau Batanta, pulau Salawati, dan pulau Misool yang dikelilingi pulau-pulau kecil yangh memesona, terdapat sekitar 1.847 pulau kecil yang masuk ke dalam wisata Raja Ampat.
Saat ini, tempat wisata Raja Ampat sedang dan akan terancam dengan adanya proyek hirilisasi tambang nikel di sekitar Raja Empat yang kini tengah menuai soratan masyarakat Indonesia setelah mendapatkan protes dari Greenpeace dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di. , Jakarta, Selasa (3/6/2025) lalu.
Terkait hal itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menolak usaha pertambangan yang merusak lingkungan menyusul kasus tambang nikel di Raja Ampat.
“Kita harapkan jangan ada satu penambangan yang bisa merusak keindahan alam dan juga ekosistem alam yang saya kira sangat indah di Raja Ampat,” kata Fadli usai salat Id di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).
Fadli mendorong semua pihak terkait agar segera membicarakan hal itu. Menurut dia, segala usaha atau bentuk investasi dan kegiatan penambangan tak boleh merusak situs bersejarah dan ekosistem.
“Ini yang mungkin nanti harus dibicarakan, bagaimana investasi dan kegiatan-kegiatan penambangan itu jangan sampai mengganggu situs-situs bersejarah, termasuk situs yang merupakan ekosistem alam yang sudah baik terjaga selama ini,” kata Fadli.
“Sudah sangat setuju, harusnya demikian, jangan sampai nanti habis itu merusak,” tambahnya.
Diketahui, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghentikan sementara operasi pertambangan di bawah PT GAG Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah menuai kecaman dari berbagai pihak.
Aktivitas penambangan di Raja Ampat sebelumnya menuai sorotan setelah disuarakan Greenpeace dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Mereka sampaikan di tengah pidato Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno, dengan membentangkan sejumlah spanduk berisi penolakan terhadap pertambangan Nikel di Papua, khususnya di Raja Ampat.
Sejumlah spanduk itu antara lain bertuliskan, “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”. Selain spanduk, mereka turut membentangkan banner bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel ?”.
Usai insiden itu, pemerintah langsung turun tangan, hingga memutuskan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dihentikan sementara.
“Untuk sementara kita hentikan operasinya. Sampai dengan verifikasi lapangan, kita akan cek. Nah, tetapi apa pun hasilnya, nanti kami akan sampaikan setelah cross-check lapangan terjadi,” kata Bahlil dalam acara bincang media di Kantor ESDM, Kamis (5/6/2025).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu mengungkap, ada dua perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, yakni PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Tambang-tambang itu mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) sejak Raja Ampat masih menjadi bagian Papua Barat.
Namun, Bupati Raja Ampat Orideko Burdam mengeluh kesulitan mengambil tindakan. Pasalnya, kewenangan penerbitan dan pencabutan izin berada di pemerintah pusat.
“Sembilan puluh tujuh persen Raja Ampat adalah daerah konservasi sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan kami terbatas,” kata Orideko di Sorong, Sabtu (31/5/2025)
(moni/jurn.bkn/b)
Mang Komment, “Penambangan nikel di Raja Ampat, dinilai tidak tepat sasaran, terkesan ijin pertambangan dikeluarkan secara ugal-ugalan tanpa memperhatikan dapak lingkungan. Diketahui ijin penambangan itu dikeluarkan tahun 2017 lalu di saat pemerintah Presiden Joko Widodo,” ungkap mang Komment.
“Proyek hirilisasi tambang harusnya mempertimbangkan dampak kerusaan konservasi dan ekosistem lingkungan jangka panjang ?,” kata mang Komment.