Sudarjono, “Bagi-bagi Kue Tambang” Berpotesi Ada Aturan Yang Dilanggar
Nasional – www.bakinonline.com
Keputusan pemerintah yang resmi memberikan lampu hijau bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk memiliki dan mengelola wilayah tambang batu bara masih menjadi tanda tanya besar, terutama menyangkut aturan hukum serta kemampuan teknis/operasional dan finansial ormas tersebut.
Sudarjono (Darjono) pecinta alam PUMAPALA berpendapat, pemberian izin tambang ‘bagi-bagi kue tambang’ yang dilakukan oleh pemerintah kepada ormas keagamaan hendaknya tetap mempehatikan peraturan tentang pengelolaan tambang, persoalan izin tambang sejatinya bukan hanya menyangkut pemanfaatan sumber daya tambang semata, tetapi ada isu penerimaan negara serta tanggung jawab sosial dan lingkungan yang melekat.
Kebijakan pemerintah melakukan aksi ‘bagi-bagi kue tambang’ untuk ormas keagamaan yang menjadi ramai diperbincangkan di masyarakat sangat wajar. Mengingat hal itu dapat berpotensi ada aturan yang dilanggar, salah satunya terkait Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara.
Diketahui, “Berdasarkan pasal 33 ayat (3) dan ayat (4). Negara diberikan kewenangan oleh UUD 1945 untuk menguasai sumber daya alam dalam rangka sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hak penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan pertambangan serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.”
Pertambangan merupakan salah satu bidang yang mendukung perekonomian Negara, maka dalam pelaksanaannya hendaknya berwawasan lingkungan. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan.
“Untuk itu, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan,” ungkap Darjono.
“Pengelolaan pertambangan hendaknya mementingkan aspek wawasan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, dalam politik hukum pertambangan, pemerintah daerah mempunyai peran yang penting dalam pengelolaan usaha pertambangan,” tambahnya.
Dalam pengelolaan tambang, dampak limbah tambang yang paling meresahkan adalah adanya pencemaran air limbah tanpa pengolahan yang dibuang langsung ke badan sungai. Hal itu dapat mengakibatkan penyebaran zat beracun, air dan sisa sedimen limbah biasanya mengandung logam berat yang dapat membahayakan ekosistem sungai. Yang akan berdampak sangat luas selain pada flora dan fauna juga kepada manusia. Untuk itu, pastikan agar perusahaan tambang telah melakukan pengolahan limbah cair yang tepat agar tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan sekitar tambang dan kemungkinan akan merambat ke daerah lainnya.
Terkaitan dengan ‘bagi-bagi kue tambang’ untuk ormas keagamaan, sebaiknya agar fungsi ormas keagamaan tetap melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Jangan sampai ormas-ormas keagamaan ‘terjebak’ dengan kegiatan-kegiatan yang tidak semestinya.
Jangan sampai ormas-ormas penerima izin ‘kue tambang’ itu, terkesan hanya dipinjam namanya saja, yang nantinya dalam pengelolaannya sudah disiapkan perusahaan-perusahan tertentu. Sehingga ormas penerima izin ‘kue tambang’ hanya menerima sebagian dari keuntungan yang didapat dari pengelolaan hasil pertambangan tersebut.
“Secara umum dampak pertambangan terhadap lingkungan adalah penurunan produktivitas lahan, kepadatan tanah bertambah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat serta berdampak terhadap perubahan iklim mikro,” pungkas Darjono
(upi/red,bkn/d)